Maudu Turatea, Harmoni Di Sungai Kelara

Jeneponto-24 Oktober 2024. --- Pasca gema adzan Ashar berkumandang dari Masjid Agung Jeneponto yang syahdu menembus riak air Sungai Kelara, ratusan masyarakat Jeneponto berkumpul di bantaran Sungai Kelara untuk merayakan Maulid Nabi Muhammad SAW.

Ya, di bawah awan berarak dan langit biru yang cerah, perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW oleh Pemerintah Kabupaten Jeneponto tahun ini terasa istimewa. Acara yang bertajuk “Maudu'na Turatea” ini digelar di bantaran Sungai Kelara, Belokallong, dan berhasil menyatukan keindahan alam dengan semangat keagamaan. Ratusan warga tumpah ruah menyaksikan perhelatan akbar ini, menciptakan suasana yang khusyuk namun tetap meriah.

Sungai Kelara, dengan airnya yang jernih dan alirannya yang tenang, menjadi latar belakang yang sempurna bagi perayaan sakral ini. Pohon kelapa dan pohon sukun di sepanjang tepian sungai memberikan keteduhan dan menciptakan suasana yang sejuk dan damai. 

Sungai Kelara berhulu dari kawasan pegunungan Lompobattang, mengallir sepanjang sekitar 50 kilometer dan bermuara pada Laut Flores Pabiringa.  Airnya pun jadi sumber air minum warga yang diolah oleh PDAM. Bantaran sungai yang menjadi Lokasi Maudu Turatea terletak di kawasan jembatan belokallong, Jembatan  penghubung Kota Bontosunggu Empoang dan Belokallong Balang Toa  atau sekitar 3 kilometer menuju muara sungai.  

Pj. Bupati Junaedi Bakri merupakan penggagas Maudu Turatea yang dihelat di bantaran sungai Kelara ini.

Ada komunitas “parate” sebagai wujud kearifan budaya yang menjadi tradisi bagi suku Bugis Makassar dalam merayakan Maulid Nabi Muhammad. Nyanyian shalawat dari kelompok Marawis ikut berpadu dengan gemericik air, menambah pesona.

Sekitar 60 an perahu hias bersama bakul hias dan asesorisnya  yang dilombakan ikut menambah suasana semarak acara ini. Ada juga Lomba Foto berhadiah. Lalu dihangatkan pula dengan “a’rabbu bayao” (berebut telur) oleh warga. Seru, indah, dan penuh harmoni.

Junaedi mengatakan bahwa maudu turatea ini menjadi wujud bahwa kita ingin kembali ke alam dan akar budaya,  kita lestarikan nilai kearifan lokal.

“Dengan memilih lokasi di bantaran sungai, terdapat kearifan untuk mengembalikan perayaan Maulid Nabi ke akar budaya masyarakat lokal yang memiliki keterikatan kuat dengan alam. Sungai sejak dahulu kala menjadi sumber kehidupan dan pusat aktivitas masyarakat.  Melalui perayaan di alam terbuka, diharapkan terjalin keselarasan antara iman dan alam. Alam semesta yang indah menjadi refleksi dari kebesaran Sang Pencipta,” ujarnya.

Acara Maudu Turatea ini diharapkan pula menjadi momentum untuk pengembangan bantaran sungai Kelara di Belokallong menjadi spot wisata, melalui penyatuan wisata kuliner dan wisata sungai. Ini dapat menarik minat wisatawan baik lokal maupun mancanegara untuk mengunjungi Jeneponto. Dengan begitu, akan ikut meningkatkan perekonomian masyarakat sekitar. 

Di sungai ini, sasih banyak pula jeram-jeram potensial di bagian hulu  yang  layak diangkat ke panggung nasional. Jeram’-jeram dan arus deras yang  indah, dengan view eksotik khas pedalaman itu antara lain membentang di Kecamatan Turatea meliputi Desa Mangepong, Desa Langkura, Desa Bontomatene, dan Desa Jombe. Eksotik dan layak dieksplorasi.

 

Maudu'na Turatea, sebuah romantisme iman dan alam.  Di bantaran Sungai Kelara ini telah bersenyawa nilai-nilai keagamaan dengan pelestarian lingkungan dan kearifan budaya. Tidak hanya menjadi perayaan keagamaan, tetapi juga menjadi ajang untuk memperkuat identitas lokal, meningkatkan kesadaran lingkungan, dan mempererat tali silaturahmi. Semoga berkelanjutan!. (*Jy)